Rabu, 17 Maret 2010

Mahasiswa Berdemokrasi... Yakin..???

Pada keadaan iklim demokrasi yang kondusif, keberadaan demonstrasi adalah suatu hal yang wajar. Demonstrasi merupakan cara untuk mengetuk pintu cabang kekuasaan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, demi menyampaikan aspirasi yang terabaikan dan memperlihatkan kenyataan yang luput dari perhatian.


Di era informasi, seringkali demonstrasi yang terjadi diliput oleh media dan terlihat oleh publik dalam cakupan yang luas. Inilah yang berpotensi mereduksi tujuan demonstrasi menjadi sarana unjuk dukungan jumlah maupun unjuk kekuatan. Unjuk dukungan terlihat dari adanya demonstrasi yang dilakukan oleh dua kubu berbeda, masing-masing ingin memperlihatkan kepada publik bahwa kubu merekalah yang lebih mencerminkan aspirasi rakyat. Dari fakta masa lalu, dapat dilihat bahwa kubu-kubu berbeda tersebut berpotensi untuk bentrok satu sama lain.

Unjuk kekuatan terlihat dari aksi anarkistis dan kekerasan, yang seakan ingin menekankan bahwa demonstran tidak bisa diabaikan, atau akan ada konsekuensi perusakan. Hasil-hasil positif demonstrasi yang berhasil mewujudkan aspirasi publik menjadi bentuk nyata dapat kita lihat di masa lalu. Demonstrasi tahun 1965 dan 1998 merupakan dua contohnya.Ada kesamaan dalam keberhasilan kedua demonstrasi tersebut,yaitu mendapat dukungan publik. Walaupun ada ekses dari demonstrasi yang dilakukan, seperti fasilitas publik yang rusak, tetapi publik tetap mendukung karena merasa esensi demonstrasi yang dilakukan benar-benar aspirasi kolektif dari publik. Demonstrasi menjadi kehilangan dukungan publik ketika demonstrasi dianggap lebih banyak merugikan publik.

Pada dasarnya, demonstrasi sedikit banyak memunculkan gangguan terhadap kepentingan umum, sehingga persepsi umum publik terhadap demonstrasi adalah negatif kecuali jika esensi dari demonstrasi tersebut dapat dipahami publik sebagai perpanjangan tangan aspirasinya.

Dengan ditambah aksi kekerasan dan perusakan, makin banyak gangguan yang dirasakan publik sehingga demonstrasi yang dilakukan tidak lagi didukung publik. Untuk itu, yang perlu dilakukan para demonstran adalah memperhatikan kepentingan publik dengan sungguh-sungguh. Toleransi dan tenggang rasa terhadap pengguna ruang publik lainnya perlu dijunjung tinggi. Perlu disadari, demonstran juga merupakan fragmen dari publik, sehingga demonstran perlu memandang publik sebagai bagian dari dirinya.

Selain itu, yang perlu dikedepankan dalam demonstrasi bukanlah unjuk kekuatan, tetapi penyampaian aspirasi. Mungkin mengecewakan ketika aspirasi yang ingin disampaikan kepada cabang kekuasaan tidak tersampaikan, tetapi ketika aspirasi tersebut murni, dukungan publik akan datang. Sebaliknya, ketika berpaling kepada aksi anarkis, demonstran berada dalam posisi berlawanan dengan publik, dan akibatnya cercaan yang akan datang.

Oleh : Bella Rifaldi
Mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN)

0 komentar:

Posting Komentar

Pasang Iklan

bisnis,pendidikan,agama,soal um ugm
 

Banner My Flend

Anggota yang Ikutan

Blognya soalumugm.com Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template